Bagaimana mungkin ‘memberi’ bisa membuat orang lebih berbahagia daripada menerima? Apalagi di tengah konteks dunia hari ini yang serba egois dan meterialistis. Orang merasa bangga dan puas jika bisa menerima, bahkan merebut, merenggut dari orang lain sesuatu yang belum tentu hak atau milik kepunyaannya.
Alkitab tidak sedang mengajarkan hal yang membuat orang percaya menjadi orang aneh dan ekstrim. Sebaliknya Alkitab justru menolong orang percaya agar tidak hanyut oleh pengaruh dunia berdosa yang mematikan. Tuhan rindu orang percaya boleh mengalami kebahagiaan hidup yang sejati. Kebahagiaan hidup yang bukan berpusat pada kepentingan dan keinginan dan keinginan pribadi tetapi kepentingan orang lain. Suatu rumusan yang mustahil bagi dunia, tapi mungkin bagi orang percaya. Kesaksian hidup Paulus contohnya, Paulus mengungkapkan pernyataan penting itu dalam pertemuan perpisahannya dengan para penatua dan jemaat Efesus di Miletus. Setelah memberikan pertanggungjawaban pelayanan dan wejangan terakhir kepada para penatua dan wakil jemaat yang selama ini dibimbing dan melayani bersamanya. Paulus mengingatkan mereka untuk hidup dan melayani dengan memegang sikap hidup memberi dan bukan mencari kepentingan bagi diri sendiri.
Paulus mempersilahkan mereka menilai hidup dan pelayanan Paulus yang selama ini dilakoni dengan prinsip memberi lebih berbahagia daripada menerima. Paulus tidak pernah memiliki ambisi dan keinginan mencari keuntungan sendiri/materi selama ia melayani pekerjaan pekabaran Injil, bahkan untuk keperluannya sendiri yang seyogyanya menjadi tanggungan jemaat. Paulus menggunakan tangannya sendiri untuk bekerja, mencukupi dirinya dan bahkan keperluan rekan-rekan seperjalanannya ( Kisah Para Rasul 20:36 ).
Mereka yang sudah hidup bersama-sama Paulus selama hampir 2,5 tahun, melihat dengan mata kepala sendiri. Merasakan melalui hati mereka, bahwa Paulus tidak remuk, bangkrut karena prinsip hidup yang dianutnya. Mungkin Paulus tidak sampai atau pernah menjadi orang kaya secara harta, tapi mereka mengakui Paulus tidak pernah menjadi makin miskin karena suka memberi daripada menerima, yang sebetulnya manjadi haknya, sebaliknya Paulus hidupnya memperkaya banyak orang ( 2 Kor 6:10 ).
Ada seorang milyader yang sekarat, oleh penyakit dan tidak bahagia dengan hidupnya, berubah jadi lebih ceria dan malah sehat kembali setelah belajar memberi dan berbagi dengan hatinya. Seorang ibu separuh baya yang kaya tapi hidup dalam duka sejak anak tunggalnya mati, berubah menjadi wanita yang kembali punya semangat dan cahaya kehidupan, setelah diingatkan penjaga kuburan anaknya untuk belajar membagi kebaikan, perhatian, sebagian hartanya pada mereka yang berkekurangan di sekitarnya, bukan menangisi kehilangan dalam hidupnya. Jika Alkitab bersabda : “ Lebih berbahagia memberi …,” pasti betul-betul mendatangkan kebahagiaan jika dilakukan dengan sepenuh hati.
Pemberian sejati dan mulia bukanlah berupa harta benda milik kita, melainkan diri kita.
( You give but little when you give of your possessions it is when you give of yourself that you truly give – Kahlil Gibran )
[Kisah Para Rasul 20:33-35]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar