Setidaknya ada 3 peristiwa pengurapan Tuhan Yesus dengan minyak narwastu dicatat dalam ke- 4 Kitab Injil dengan versi yang berlainan:
# Mat 26; Mar 14. Di Betania, rumah Simon si Kusta. Seorang perempuan datang mengurapi kepala Tuhan Yesus;
# Yoh 12. Di Betania, di rumah Lazarus. Maria, saudara Marta dan Lazarus yang dibangkitkan Tuhan Yesus dari kematian, mengurapi kaki Tuhan Yesus.
#Luk 7. Di rumah Simon, orang Parisi. Seorang perempuan yang dikenal sebagai 'perempuan berdosa' (perempuan sundal) mengurapi kaki Tuhan Yesus dengan air mata dan minyak narwastu.
Pada semua peristiwa tersebut, para murid dan tamu menganggap tindakan itu sebagai pemborosan. Bukankah lebih baik minyak itu dijual, bayangkan 300 dinar kalau diberikan pada para fakir miskin, lebih berguna bukan?
Tapi Tuhan Yesus bukannya menegur wanita-wanita tersebut, malahan Ia meneguhkan perbuatan itu, karena perempuan itu sedang melakukan suatu perkara indah yang akan senantiasa diingat sebagai persiapan bagi penguburan-Nya.
Bagi yang mengerti, Tuhan Yesus, Allah semesta alam, karena kasih-Nya datang ke dunia dan memberikan seantero hidupNya bagi tebusan banyak orang, tak ada pengorbanan dan pemberian terlalu mahal dan mewah bagi Tuhan yang begitu mengasihi manusia.
Di lain pihak, mereka yang mengurapi Tuhan Yesus, dipastikan secara pribadi pernah mengalami kejadian yang membuat mereka merasa sangat berhutang kasih dan budi kepada Tuhan Yesus, sehingga mereka tergerak untuk melakukan tindakan pengurapan yang kontroversial demikian.
Dalam kitab Yohanes, identitas pelakunya jelas, yaitu Maria, saudara Lazarus. Ia pasti merasa sangat beryukur, karena Lazarus yang sudah mati 4 hari dibangkit Tuhan Yesus dan hidup kembali. Minyak seharga 300 dinar sama sekali bukan pemborosan, dia lebih dari rela mempersembahkannya bagi Tuhan Yesus daripada menyimpannya bagi kebahagiaannya sendiri.
Begitu juga perempuan di Lukas 7. Julukan'perempuan berdosa' yang dengan sinis diucapkan Simon dalam hatinya, menunjukkan orang seperti apa dia. Bagaimana bisa ia melakukan pengurapan demikian?
Uang hasil jerih lelah bersundalnya bertahun-tahun habis untuk mengurapi kaki Tuhan Yesus? Bagaimana Tuhan Yesus, seorang rabi dan nabi, membiarkan dirinya disentuh perempuan seperti itu?
Tapi pengajaran dan perbandingan yang dipaparkan Tuhan Yesus menguak misteri dibalik kejadian menghebohkan tersebut. Ada pertobatan, ada penyesalan, ada kesadaran akan keberdosaan, ketidaklayakkan diri dalam hati perempuan itu.
Karena sejak ia mendengar atau bisa jadi berjumpa dengan Tuhan Yesus (mungkinkah dia ini perempuan di Yohanes 8?), hidupnya berubah. la menemukan keberhargaan sejati yang baru oleh anugerah pengampunan Tuhan Yesus, satu-satunya orang yang memberikan harapan pembaharuan hidup baginya.
Tumbuh komitmen perubahan hidup dalam diri perempuan yang sudah kehilangan harapan akan masa depannya ini. Membasuh kaki kotor sang Guru dengan air mata dan rambutnya, mencurahkan minyak narwastu yang mahal, sama sekali bukan pengorbanan besar baginya.
Ia terlalu berterima kasih, bersyukur untuk kemerdekaan baru bagi hidupnya. Berbeda dengan Simon yang merasa diri baik, benar, saleh (maklum orang Parisi), ia tak merasa berhutang apapun terhadap Tuhan Yesus. Mengundang-Nya makan sudah cukup bagus, mana perlu lagi membasuh kaki dan mengurapi-Nya dengan minyak?
Sesungguhnya, keberanian dan kerelaan orang yang membayar harga, memberi persembahan, pelayanan, sangatlah berhubungan erat dengan ukuran syukur, rasa kasih, rasa berhutang yang ada dalam hatinya.
Bagi mereka yang menyadari besarnya kasih dan anugerah yang sudah' diterimanya, walaupun dia tak layak, tidak ada pemberian yang terlalu mahal, tidak ada pengorbanan yang terlalu besar. Baginya itu suatu hal istimewa, sama sekali bukan pengorbanan.
Jika Yesus Kristus Adalah Allah, Dan Ia Sudah Mati Bagi Saya.
Maka Tak Ada Pengorbanan Yang Terlalu Besar Bagiku Untuk-Nya.
(C.T Studd.1860-1931. Misionary Inggris untuk China, India, Afrika)
[Lukas7:36-50]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar