02 April, 2011

Berterima Kasih Kepada Panci

Adalah seorang nenek yang mengalami gempa besar Kobe 1995, dia tinggal dengan suaminya yang divonis dokter tinggal 2 bulan lagi, karena penyakit kanker yang menggerogotinya. Pada masa mudanya nenek kakek mengelola sebuah restoran. Karena kakek terkena kanker, maka dia tak dapat lagi membantu pekerjaan di restoran, dan tinggallah nenek seorang diri sehari-harinya menyiapkan sebanyak 100 kotak makan siang, kemudian mengantarkannya kepada pelanggan. Nenek tak pernah mengeluh, sekalipun dalam saat bersamaan ketika sedang sibuk-sibuknya di restoran, dia harus menelepon ke rumah, menanyakan kalau-kalau suaminya memerlukan bantuan.

Setiap kali menuntaskan jualan hari itu, semua peralatan masak di cuci dan ditaruh pada tempatnya, lantai sudah dipel demikian pula meja-meja telah dilap bersih, maka biasanya nenek akan menghadap panci-pancinya, sambil mengatakan, “kyou yoku gambarimashita, arigatou gozaimashita. Ashita mo yoroshiku onegaishimasu” (hari ini kamu sudah bekerja keras, terima kasih banyak. Besok pun mohon bantuannya), yang diucapkannya sambil tak lupa membungkuk.

Sepintas memang aneh.Karena percaya bahwa pada semua barang dan makhluk ada “kamisama” (tuhan), maka sebenarnya nenek berterima kasih kepada “Sesuatu” yang menyebabkan semua barang itu berfungsi dengan baik. Bagi seorang pemilik restoran, apatah yang lebih penting daripada sebuah panci?

Mengungkapkan terima kasih kepada benda-benda penting tersebut secara otomatis menimbulkan rasa sayang padanya, dan pada akhirnya muncul keinginan menjaganya dengan baik.

Bagi saya pribadi, barang yang paling berharga saat ini adalah laptop saya. Keyboardnya sudah agak lecet, karena setiap hari dipencet. Bagian kirinya mengelupas mungkin karena pengaruh tangan saya yang selalu berkeringat. Laptop itu bahkan kadang tertiduri, sebab kadang-kadang saya tidak bisa menahan diri untuk menulis sebelum tidur. Kadang pula dia on tiga malam berturut-turut karena harus menemani saya lembur.

Tapi saya tak sedalam nenek tadi menghargai pancinya.

Memang beda.Saya memilih berdoa kepada Tuhan ketika pagi ini saya kebingungan harus memperbaiki beberapa dokumen terkait disertasi yang harus disubmit, sementara beberapa menit lagi saya harus lari mengejar kereta untuk pergi bekerja. Saya tidak mengelus-elus laptop saya atau memuji-mujinya, sebab hari ini dia memang bekerja normal saja :)

Dengan membungkuk pada panci sambil berucap, “ashita mo yoroshiku onegaishimasu”, telah membawa nenek pada sebuah kesadaran untuk bekerja keras besok, besok, dan besok..

Saya, sekalipun setiap hari meminta kepada Tuhan, berterima kasih kepadaTuhan, tetapi setelah mensubmit disertasi, kembali saya dibuai untuk berleha.

Saya belum benar-benar berterima kasih kepada Tuhan rupanya.

Tidak ada komentar: