14 Februari, 2011

Bersyukur Tanda Iman Terbesar & Termurni

John Henry Jowett mengulas: "Hidup tanpa ucapan terima kasih akan kehilangan cinta dan gairah. Harapan tanpa ucapan syukur akan kekurangan persepsi yang baik. Iman tanpa pengucapan syukur tidak akan memiliki kekuatan dan kegigihan".
Tahu berterima kasih, mengucap syukur merupakan denyut nadi kehidupan yang sangat berharga. Memberi warna dan makna bagi iman, pengharapan bahkan kasih. Tanpa pengucapan syukur, iman hanya slogan. Pengharapan hanya mimpi di siang bolong, kasih terasa hambar.
Seorang yang mengaku percaya akan Tuhan, dari hati dan mulutnya akan meluap ungkapan syukur sebagai tanda kualitas imannya yang terdalam terhadap Tuhan, tanda ukuran, kasihnya akan Tuhannya dan kekayaan pengharapannya di dalam Tuhan.

Pemazmur memakai pelbagai kata dan bahasa tubuh sebagai ekspresi rasa syukurnya terhadap siapa Tuhan dan apa yang diperbuatNya: Bersyukur dengan segenap hati, bermazmur, sujud ke arah baitNya, memuji namaNya, menyanyi tentang jalan-jalanNya.
Pada bagian lain, pemazmur memilih ungkapan yang kaya sebagai ekspresi syukurnya terhadap Tuhan Allahnya, misalnya: bersorak sorai, melompat, menari-nari, memakai pelbagai jenis alat musik, dll.
Ketika bersyukur, seseorang sedang mengungkapkan pengakuan akan kedaulatan Tuhan yang tanpa melanggar kebaikan kasihNya dalam hidupnya. Dalam bersyukur, menunjukkan ia memiliki keyakinan akan kebaikan rancangan Tuhan bagi hidupnya, walau ia tidak / belum melihat akhir / kebaikan dari sikon kontradiktif yang sedang dihadapinya.

Itu sebabnya, orang yang tahu bersyukur pada dasarnya adalah orang yang memiliki iman yang sehat dan murni. Dia sedikitpun tidak meragukan kebaikan Tuhannya, kesanggupan Tuhannya, kasih setia Tuhannya dalam keadaan apapun. Dia mungkin korban kecerobohan orang ketika menerima transfusi darah seperti Arthur Ashe, juara Wimbledon yang terkena HIV di puncak kariernya.
Arthur tidak mengeluh apalagi mengutuk Tuhan atau siapapun, mempertanyakan mengapa ia diijinkan terjangkit penyakit terkutuk itu. Dia tetap bersyukur karena melihat kemurahan Tuhan yang memungkinkannya menjadi juara Wimbledon, dari jutaan pemain tennis di seluruh dunia Arthur pemenangnya.

Arthur memiliki iman yang murni dan besar terhadap Tuhan Allahnya.
Ribuan tahun sebelumnya, ada seorang bernama Ayub, dikenal sebagai orang saleh di jamannya dan sangat kaya, tapi dakwaan Iblis di hadapan Tuhan membuatnya mengalami musibah bertubi-tubi dalam sekejap. Ayub berespon serupa dengan Arthur: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21) Ketika istrinya mengomel dan mendesak Ayub mengutuk Tuhan Allahnya.

Ayub meresponi dengan: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Sungguh inilah iman yang disertai penundukkan diri dan penyerahan diri penuh, bukan sebagai pecundang yang putus asa, melainkan sebagai orang beriman yang tidak meragukan kuasa kemurahan dan kebaikan Tuhannya. Orang percaya yang memiliki iman menerobos kefanaan hidup, iman yang mencapai surga selagi masih hidup di bumi, iman yang memberinya kemerdekaan hidup sekalipun sedang dibelenggu sikon fisik yang mematikan.

BERTERIMAKASIH LEBIH DARI SEKEDAR KESOPANAN, TAPI TANDA SPIRITUALITAS YANG SEHAT.
BERSYUKUR LEBIH DART SEKEDAR TANDA KESALEHAN, TAPI BUKTI IMAN YANG BESAR DAN MURNI.

[Mazmur 138]

Tidak ada komentar: